Perjalanan kini semakin melelahkan. Bimbang, ragu, putus asa
senantiasa menjadi duri penghalang langkah. Setelah lepas dari beban kuliah,
nampaknya babak hidupku semakin hilang arah. Kemantapan hati mulai goyah, dan
aku perlahan kafir terhadap komitmen yang telah ku pegang erat berpuluh-puluh
tahun. Persepsi akan kerja selalu berujung harta. Tatkala aku menyusuri jalan
yang telah ku babat alas, rasanya semakin dalam ku susuri semakin lelah,
dahaga, dan lapar. Hanya gerutu yang ku temu, tak ada emas ataupun seloka. Aku
merasa hidupku akan berujung nista, apabila tak ada perubahan yang berarti.
Mulai itu, dunia mengesampingkan Tuhan. Ibadah hanya soal sempat, rupiah
semakin memikat. Begitu mudahnya hati manusia ditipudaya oleh dunia, sehingga
aku mewakili manusia kehilangan kesadaran sosial dan spiritual.